asturiah pasien katarak

Asturiah: Mata Emak Ingin Bisa Mengaji Lagi

Saat pulang dari rawap inap rumah sakit dan ditanya, “Betah dirawat di rumah sakit?” Sebagian besar bahkan hampir semua orang yang pernah dirawat akan menjawab seperti ini, senyaman-nyamannya rumah sakit, sekalipun itu ruang VIP, lebih nyaman tinggal di rumah, sehat wal afiat. Namun tidak bagi Mak Haji.

Ibu Asturiah namanya, tetapi tetangga-tetangganya akrab menyapa nenek yang berusia hampir 80 tahun ini dengan sapaan “Mak Haji”. Kalau ditanya, kapan beliau berhaji, “Dulu waktu Emak gadis,” jawabnya sambil senyum memandang masa lalu.

Dahulu, beliau hidup bertiga dengan suami dan anak semata wayangnya. Kini, Mak Haji sudah 40 tahun tinggal sendiri  di rumah petak ukuran tidak lebih dari 3 m x 3 m. Hanya sebuah ruangan, tanpa jamban. Satu tempat seadanya untuk menyimpan semua miliknya. Suami Mak Haji sudah lama wafat sedangkan anaknya hilang saat ikut pendakian gunung bersama teman-teman sekolahnya. Saudara yang paling dekat tinggal dengan Mak Haji adalah adik bungsunya. Kondisinya tidak berbeda jauh dengan Mak Haji. Tak ingin merepotkan keluarga adiknya, Mak Haji pun memutuskan untuk tinggal sebatang kara di rumah kecil itu.

Kesendirian beliau sesaat sirna oleh kehangatan keluarga di ruang rawat inap RS Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa (RS RST DD). Keluarga tersebut tak lain adalah dokter dan perawat yang memberikan perhatian kepadanya yang selama ini tidak dirasakan oleh beliau di petakannya di daerah Pamegarsari, Kampung Lebak Wangi, Parung. Yang membuat beliau menolak pulang dari rawat inap. “Emak ga mau pulang, emak di sini aja, biar Emak ada yang ngasih obat buat sebulan,” kata Emak saat dibujuk pulang oleh perawat seusai operasi katarak mata kanannya. Di masa tuanya sekarang, ada yang tidak ingin hilang dirasakannya, yaitu suasana hangat keluarga, diperhatikan, dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Terlepas dari perawatan medis, makanan yang enak, dan ruangan yang nyaman.

Mata kanan Mak Haji harus dioperasi karena katarak. Sebelumnya banyak yang menakut-takuti beliau tentang seramnya operasi mata. Namun tekad beliau kuat, “Emak pengen bisa ngaji lagi. Bisa melihat jelas lagi untuk bisa membaca Al Quran. Emak sedih, sudah lama Emak ga ikut pengajian karena mata Emak buram, ga bisa lihat Al Qur’an.” Subhanallah, keinginan luhur ini yang membuatnya berani. “Dokter dan perawatnya baik, jadi Emak ga takut. Malah kadang emak digodain (red: diajak bercanda),” tuturnya sambil terseyum. Ditangani oleh dr. Shinta Yoneva, Sp.M, alhamdulillah hari Selasa (18/7) lalu Mak Haji berhasil menjalani operasi katarak pertamanya.

 

Menepis hidup yang kekurangan, sosok Ibu Asturiah adalah wanita yang ramah dan murah hati. Di lingkungan tempat ia tinggal, Mak Haji rajin mengikuti pengajian. Dalam hatinya ia yakin bahwa Allah Maha Baik dan hidupnya tidak akan terlantar. Kepada siapa saja yang baik kepadanya, memberinya makanan, zakat, ataupun mengongkosinya naik angkot untuk ke RS RST DD, Mak Haji pasti membalas dengan doa,  “Yang ikhlas ya, Nak. Semoga sehat jasmani dan rohaninya, murah rezekinya.” Pun ketika tim Humas mengantarnya pulang ke rumah dengan ambulans. “Emak, sementara tinggal sama adiknya dulu ya. Supaya ada yang bisa kasih obat untuk mata Emak,” bujuk Nurcholis sambil menjelaskan tata cara pemakaiaan obat mata kepada Ibu Asturiah dan adiknya.

Semoga Allah lekas memberikan pandangan yang terang kepada Mak Haji agar keinginan mulianya bisa terwujud. Membaca kalam mulia Al-Qur’an, yang akan meneranginya di akhirat nanti. Mak Haji memberikan teladan hidup kepada kita. Tentang Allah yang tak akan pernah menelantarkan hamba-Nya. Tentang dunia yang tak seberapa dibanding akhirat yang abadi kelak, sehingga kejar apapun demi itu.

 

Sumber: rumahsehatterpadu.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *